Regulasi yang tepat untuk koperasi yang kuat di Indonesia

Jakarta (ANTARA) – Koperasi merupakan bentuk organisasi ekonomi yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Koperasi bukan hanya sebagai alat untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat secara keseluruhan.

Oleh karena itu, sangat penting memiliki regulasi yang memadai untuk mengayomi dan memperkuat kedudukan koperasi di antara pelaku ekonomi lainnya.

Salah satu urgensi dari regulasi koperasi adalah untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi koperasi dan anggotanya.

Dalam konteks ekonomi yang kompetitif, regulasi yang jelas dan tegas akan memberikan kepastian hukum bagi koperasi dalam mengembangkan usahanya.

Hal ini akan mendorong koperasi untuk berinovasi dan berkembang dengan aman, sekaligus melindungi anggotanya dari praktik bisnis yang tidak etis atau penyalahgunaan kekuasaan.

Di sisi yang lain, regulasi yang tepat juga akan membantu menciptakan lingkungan yang sehat dan adil bagi koperasi.

Dalam berkompetisi dengan pelaku ekonomi lainnya, koperasi sering kali menghadapi tantangan yang berat. Regulasi yang baik akan membantu mengurangi kesenjangan persaingan antara koperasi dan perusahaan lain.

Melalui adanya regulasi, koperasi akan dapat beroperasi dengan tanpa diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil, sehingga dapat memperkuat kedudukan mereka di pasar.

Koperasi memiliki kedudukan yang penting dalam sistem keuangan nasional Indonesia. Koperasi ditempatkan sebagai sokoguru perekonomian nasional dan bagian integral dari tata perekonomian nasional, sesuai dengan Penjelasan Pasal 33 UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Koperasi, terutama koperasi simpan pinjam (KSP), berperan dalam penyediaan jasa keuangan, seperti simpanan dan pinjaman bagi masyarakat, terutama di daerah yang kurang terjangkau layanan perbankan.

Jumlah koperasi per Desember 2022, sebanyak 130.354 unit, dengan total aset Rp 281,5 triliun dan volume usaha Rp197,8 triliun. Jumlah anggota koperasi mencapai 29,4 juta orang.

Koperasi diharapkan dapat menjadi pilar ekonomi kerakyatan yang tangguh dan mandiri dalam menghadapi persaingan global. Meskipun memiliki kedudukan penting, koperasi masih menghadapi berbagai tantangan, seperti skala usaha yang kecil, tata kelola yang lemah, dan regulasi yang belum memadai untuk mendukung perkembangannya.

Berikut beberapa praktik terbaik koperasi kredit di dunia dalam menerapkan prinsip koperasi dan GCG.

Pertama, Rabobank (Belanda). Koperasi ini menerapkan struktur koperasi tiga tingkat (primer, sekunder, tersier), dengan fokus pada sektor pertanian. Koperasi ini menjunjung prinsip satu anggota satu suara dan tidak mengejar keuntungan semata.

Kedua, Crédit Agricole (Prancis). Koperasi ini berpusat pada kebutuhan anggota dan mendukung ekonomi lokal, terutama sektor pertanian, menerapkan prinsip keanggotaan sukarela, kontrol demokratis, dan pembagian keuntungan berdasarkan partisipasi.

Ketiga, Koperasi Kredit Jepang yang menerapkan prinsip satu desa satu koperasi primer, dengan struktur sekunder dan tersier. Koperasi ini fokus pada sektor pertanian dan perikanan, dengan prinsip tidak mengejar keuntungan.

Keempat, Rokin Labour Banks (Jepang). Koperasi keuangan ini disediakan untuk pekerja dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan menerapkan prinsip satu anggota satu suara dan pembagian keuntungan terbatas.

Kelima, Desjardins (Kanada). Ini adalah salah satu koperasi kredit terbesar di Amerika Utara dengan fokus pada layanan keuangan bagi anggota dan menerapkan tata kelola yang baik dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi.

Praktik terbaik ini menunjukkan penerapan prinsip koperasi yang kuat, tata kelola yang baik, fokus pada kepentingan anggota, dan pembatasan keuntungan untuk menjaga nilai-nilai koperasi.

Regulasi Indonesia

Regulasi perkoperasian di Indonesia saat ini dinilai belum sepenuhnya memadai untuk menjamin keberlangsungan usaha koperasi.

Beberapa isu utama terkait regulasi, antara lain Undang-Undang Perkoperasian yang perlu disempurnakan, yakni UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan koperasi modern dan revisi UU baru masih dalam proses pembahasan.

Hal lainnya adalah pengaturan usaha simpan pinjam belum memadai. Belum ada regulasi yang komprehensif mengatur usaha simpan pinjam koperasi, termasuk perlindungan simpanan anggota dan kebijakan penyehatan koperasi.

Keterbatasan kegiatan usaha koperasi yang masih dibatasi berdasarkan jenisnya, sehingga memasung kreativitas dan menghambat pengembangan usaha koperasi.

Selain itu, belum ada pengaturan koperasi sekunder dan apex. Belum ada pengaturan yang jelas mengenai koperasi sekunder dan apex koperasi serta ekosistem untuk memenuhi kebutuhan anggota dan inovasi bisnis.

Perlindungan koperasi hingga kini belum memadai, seperti penetapan bidang usaha khusus dan wilayah operasi, dinilai belum memadai.

Regulasi transformasi digital yang masih parsial, sehingga diperlukan regulasi utuh yang mengatur transformasi digital pada koperasi. Selama ini koperasi hanya diatur secara parsial dalam beberapa regulasi.

Untuk menjamin keberlangsungan usaha koperasi, diperlukan pembaruan regulasi perkoperasian secara holistik dan komprehensif yang mencakup perlindungan, pengawasan, kegiatan usaha, dan transformasi digital koperasi.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi koperasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah integrasi antara koperasi sektor keuangan dengan koperasi produksi, seperti sektor pertanian dan peternakan. Integrasi ini penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional koperasi serta untuk memperkuat daya saing koperasi di pasar.

Sementara itu, tantangan yang dihadapi koperasi, saat ini, antara lain, koperasi sektor keuangan dan koperasi produksi memiliki struktur dan manajemen yang berbeda, sehingga integrasi memerlukan penyesuaian yang signifikan dalam tata kelola dan operasional.

Saat ini, banyak koperasi yang masih menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dari segi modal, teknologi, maupun sumber daya manusia yang terampil. Hal ini menghambat kemampuan mereka untuk melakukan integrasi yang efektif.

Pada saat bersamaan, regulasi yang ada belum sepenuhnya mendukung integrasi antara koperasi sektor keuangan dan koperasi produksi. Karena itu diperlukan regulasi yang lebih fleksibel dan mendukung kolaborasi antarkoperasi.

Digitalisasi dan penggunaan teknologi informasi merupakan tantangan lain yang dihadapi koperasi.

Transformasi digital dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan daya saing koperasi, namun tantangan lain yang masih dihadapi, meliputi; banyak koperasi, terutama yang berada di daerah terpencil, menghadapi keterbatasan infrastruktur teknologi, seperti akses internet yang terbatas dan perangkat keras yang tidak memadai.

Tingkat literasi digital di kalangan pengurus dan anggota koperasi masih rendah, sehingga menghambat adopsi teknologi informasi dan digitalisasi dalam operasional koperasi. Implementasi teknologi informasi dan digitalisasi memerlukan investasi yang signifikan, yang seringkali menjadi beban bagi koperasi yang memiliki keterbatasan modal.

Gerakan koperasi berharap agar pemerintahan baru nantinya di bawah Pemerintahan Prabowo Subiyanto dengan Gibran Rakabuming Raka menjadikan koperasi sebagai prioritas dalam pembangunan nasional.

Harapan terhadap pemerintahan baru itu mencakup beberapa aspek:

Pertama, penguatan regulasi perkoperasian. Adanya pembaruan regulasi yang lebih mendukung perkembangan koperasi, termasuk regulasi yang mendukung integrasi antara koperasi sektor keuangan dan koperasi produksi, serta regulasi yang mendukung transformasi digital koperasi.

Kedua, dukungan Infrastruktur dan Teknologi. Pemerintah diharapkan dapat menyediakan dukungan infrastruktur teknologi yang memadai, termasuk akses internet yang luas dan perangkat keras yang diperlukan untuk digitalisasi koperasi.

Ketiga, peningkatan kapasitas dan literasi digital. Diharapkan adanya program-program pelatihan dan peningkatan kapasitas yang fokus pada literasi digital bagi pengurus dan anggota koperasi, sehingga mereka dapat lebih siap dalam mengadopsi teknologi informasi dan digitalisasi.

Kempat, akses pembiayaan yang lebih mudah. Pemerintah diharapkan dapat menyediakan akses pembiayaan yang lebih mudah dan terjangkau bagi koperasi, termasuk melalui program-program kredit yang didukung oleh pemerintah.

Kelima, penguatan kolaborasi dan kemitraan. Diharapkan adanya penguatan kolaborasi dan kemitraan antara koperasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan lembaga keuangan, untuk mendukung pengembangan koperasi.

Dengan mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan memenuhi harapan-harapan ini, koperasi di Indonesia dapat lebih berperan dalam pembangunan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Sehingga cita-cita bersama mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dapat nyata terwujud.

*) Prof Dr H Ahmad Subagyo adalah peneliti, trainer, dosen, Chairman Institusi Perguruan Tinggi Chairman, penulis buku

 

Copyright © ANTARA 2024



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *