“Kata yang paling anak-anak percaya itu perkataan ibunya, ya pak. Makanya ibu harus pintar memilih kata-kata yang positif,” kata Fabiola dalam seminar mengenai “kiat-kiat mengatasi stres pada orang tua dalam mempersiapkan anak kembali sekolah,” yang diikuti wartawan di Jakarta, Kamis.
Fabiola mengatakan anak tidak bisa serta-merta divonis susah belajar, kalau gaya belajar anak saja belum dipahami oleh orang yang mengajarinya.
Baca juga: Akademisi: Gunakan kalimat positif saat berkomunikasi dengan anak
Baca juga: Psikolog: Jangan gunakan kalimat yang dibuat lucu pada anak
“Jadi tidak boleh di awal menghakimi anak lambat belajarnya, kalau kita tidak paham beberapa aspek yang mendukung perkembangan anak,” kata Fabiola.
Anak, kata dia, ada yang mesti melalui proses auditori atau mengandalkan pendengaran saat belajar.
Ada juga anak yang mesti melalui proses visual atau mengandalkan penglihatan atau ada juga yang kinestetik, di mana mesti praktik langsung baru bisa belajar.
“Jadi kalau belajar, ada yang harus mendengarkan frekuensi suara gurunya naik-turun dulu agar dia lebih mudah paham. Ada yang visual banget, jadi kalau belajar mesti diwarnai, dibikin bagan-bagan. Repot ya, tapi buat saya yang anak visual senang dengan yang begitu. Terus ada juga anak yang mesti praktik langsung baru mengerti,” kata Fabiola.
Menurut Fabiola, anak sudah mulai belajar sejak dia berumur dua tahun. Maka sejak anak berumur dua tahun pula, ibu mulai bisa memonitor pembelajaran anaknya.
Baca juga: Psikolog: Belajar via daring berpotensi munculkan stres pada anak
Baca juga: Orang tua perlu pahami konsep belajar di rumah bersama anak
Baca juga: Psikolog sebut bermain sambil belajar bisa bentuk perilaku bersih anak
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024