Bambang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, menyoroti faktor-faktor penyebab berulangnya kasus kekerasan oleh oknum polisi, seperti kejadian warga meninggal dunia usai ditangkap polisi di Kabupaten Aceh Utara.
“Kekerasan anggota kepolisian dalam proses lidik dan sidik seorang tersangka di tahanan terus berulang,” ujarnya.
Dia menyebut ada beberapa faktor yang menjadi penyebab berulangnya kasus tersebut, yakni ketidakmampuan penyidik untuk mendapatkan tambahan alat bukti sehingga memaksa tersangka membuat pengakuan dengan cara-cara kekerasan.
Faktor berikutnya, ketidakpahaman personel kepolisian pada hak asasi manusia (HAM). Juga, sistem peradilan di Indonesia yang masih mengutamakan pengakuan tersangka dibanding dengan alat bukti materiil.
“Di sisi organisasi Polri, tidak ada sanksi yang membuat jera kepada personel yang melakukan kekerasan yang tidak diperbolehkan,” katanya.
Mantan jurnalis itu mengatakan kepolisian satu-satunya institusi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk melakukan kekerasan dalam rangka menjaga ketertiban masyarakat dengan cara yang terukur dan diatur selalu standar operasi prosedur (SOP) yang ketat.
Maka dari itu, kekerasan tidak boleh dilakukan dengan cara sewenang-wenang yang mengakibatkan hilangnya hak hidup seorang warga negara.
“Kekerasan dengan kesewenang-wenangan dalam bentuk apapun kepada siapa tidak bisa dibenarkan,” ujarnya.
Menurut dia, cara mencegah agar tidak berulang terus menerus kejadian serupa, perlu adanya sanksi tegas sebagai efek jera.
“Tidak adanya sanksi yang memberi efek jera pada personel pelaku kekerasan, mengakibatkan kekerasan dengan motif yang sama terulang di waktu dan lokasi berbeda,” kata Bambang.
Sebelumnya diberitakan, Polda Aceh menginvestigasi terkait adanya seorang warga di Kabupaten Aceh Utara meninggal dunia setelah ditangkap polisi dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkotika.
Investigasi dilaksanakan oleh Pengamanan Internal (Paminal) Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Aceh, untuk mencari tahu apakah ada pelanggaran baik secara pidana maupun kode etik.
Kasus bermula saat Personel Satreskrim Narkoba Polres Aceh Utara menangkap Saiful alias Cekpon terkait kepemilikan narkoba jenis sabu di Desa Blang Mee, Kabupaten Aceh Utara pada 29 April 2024.
Saat ditangkap Saiful sempat melarikan diri menggunakan sepeda motor dan terjatuh. Di lokasi penangkapan ditemukan barang bukti berupa satu bungkus kecil berisi sabu yang disimpan dalam kotak rokok.
Baca juga: Polri: anggota yang langgar hukum sudah diproses
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024