Hukum  

Pakar sepakat dengan Menkumhkam: Revisi UU Narkotika diperlukan

Jakarta (ANTARA) – Pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran Sigid Suseno mengatakan bahwa dirinya sepakat dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengenai perlunya revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

“Perlu ada undang-undang baru yang mengatur mengenai aspek kebijakan kriminal yang mungkin dipandang tidak tepat, seperti pemakai, mungkin itu seharusnya tidak diancam pidana. Beberapa ketentuan yang terkait dengan pemakai, mungkin itu perlu didekriminalisasi,” kata Sigid saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa revisi UU Narkotika diperlukan karena selama ini penindakan pidananya turut berdampak terhadap overcapacity (kelebihan daya tampung) lembaga pemasyarakatan (lapas).

“Kebanyakan yang ditangkap kan pemakai. Itu yang kemudian menjadikan lapas penuh,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengatakan dalam revisi UU Narkotika nanti diperlukan pengaturan mengenai rehabilitasi ataupun langkah lain untuk pemakai narkotika.

Akan tetapi, kata dia, revisi tersebut perlu mengatur kewajiban pemerintah untuk menyediakan lembaga-lembaga rehabilitasi yang terakreditasi.

“Jangan sampai ada lembaga-lembaga rehabilitasi yang abal-abal, ya. Jadi, hanya dipakai sebagai alasan untuk tidak menjalani proses rehabilitasi,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/6), Menkumham Yasonna meminta percepatan pembahasan revisi UU Narkotika.

“Seperti kita ketahui bahwa mohon maaf, nanti ada anggota-anggota DPR yang baru, anggota Komisi III yang baru, yang harus kita ulangi lagi pembahasannya nanti. Mundur, banyak energi yang tersita,” katanya.

“Jadi, dengan segala kerendahan hati, kalau ini bisa kita speed up (percepat, red.), kita berikan ini sebagai hadiah dari Komisi III, dan pemerintah di penghujung tugasnya karena kita sudah sepakat bahwa Undang-Undang Narkotika yang sekarang perlu kita revisi.” ujarnya lagi.

Ia menjelaskan berdasarkan sistem database pemasyarakatan per 1 Juni 2024, tercatat jumlah lapas dan rumah tahanan (rutan) yang telah beroperasl sebanyak 531 dengan kapasitas hunian 140.424 orang.

Sementara itu, kata dia, jumlah penghuni lapas dan rutan tercatat sekitar 265.346 orang atau overcrowded (melebihi kapasitas) sebesar 89 persen.

Dalam data yang sama, diketahui jumlah penghuni lapas dan rutan sebanyak 139.070 orang atau 52,41 persen dari total keseluruhan.

Baca juga: Kemenkumham segera bahas revisi UU Narkotika bersama DPR

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Revisi UU Narkotika harus tegas terkait rehabilitasi

Baca juga: Kepala BNN dorong pengaturan NPS dalam revisi UU Narkotika

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *