Bukan horor, kali ini sang master mengangkat genre tak biasa; science-fiction supranatural. Joko Anwar memotret realitas sosial masyarakat di Indonesia dengan nada getir satire lewat kacamata orang-orang pinggiran, dalam balutan elemen-elemen fantasi.
Meski mengulik soal fiksi ilmiah, Joko Anwar tidak lantas mengeksplorasi cerita-cerita alien dari luar angkasa, ia justru tertarik menggali mereka yang muncul dari perut Bumi; Agarthan, yang kerap dikaitkan dengan kepercayaan akan adanya kehidupan di rongga Bumi (hollow Earth).
Dari sanalah Joko Anwar menciptakan kisah tentang sebuah dunia bernama Agartha. Agartha dihuni oleh makhluk yang disebut sebagai Agarthan, memiliki peradaban dengan teknologi canggih. Agarthan dari waktu ke waktu berkelana ke permukaan Bumi demi menunaikan kepentingan sakral mereka.
Empat makhluk
Sebelumnya, Joko Anwar pernah menjelaskan ada empat makhluk rekaan dalam serial yang terdiri dari tujuh episode ini, yakni manusia biasa, Antibodi, Agartha, dan Supreme Being.
Antibodi adalah manusia yang mampu melalui sejumlah fenomena supranatural yang kemudian direkrut menjadi pembela Bumi.
Sementara Agarthan adalah makhluk dari perut Bumi yang mencoba menguasai dunia. Agarthan disebut lebih maju dalam tahap evolusi dibanding manusia, karena kondisi alam di perut Bumi yang tak senyaman di permukaan, membuatnya terpaksa beradaptasi,
Lantas ada pula Supreme Being, yakni sosok malaikat yang diidentikkan dekat dengan Sang Pencipta.
Sedikit mengecoh, para penonton seakan sengaja dibuat salah paham bahwa karakter utama adalah orang-orang biasa yang cenderung terpinggirkan, namun kejadian-kejadian aneh sarat supranatural yang terjadi kepada mereka justru menguak misteri besar tentang hollow Earth, Agartha, dan Antibodi.
Pada awalnya, tujuh episode dalam serial “Nightmares and Daydreams” tak terlihat saling berkait, namun lama kelamaan terasa ada utas benang merah yang menjahit narasinya.
Setiap episodenya memiliki narasi masing-masing, namun pada akhirnya bertaut dan saling mengisi, memunculkan sebuah kejutan besar di ujung serial.
Linimasa
Serial menyoroti kehidupan orang-orang terpinggirkan, mulai dari sopir taksi yang mencoba menyelamatkan ibunya dari panti jompo, seorang adik mencari kakaknya yang hilang secara misterius setelah melamar kerja, hingga seorang pelukis poster film yang terjebak di bioskop aneh.
Mereka mengalami serangkaian peristiwa supranatural yang terjadi dalam rentang tahun 1985 hingga 2024.
Episode pertama berjudul “Old House” berkisah tentang seorang sopir taksi (Ario Bayu) pada tahun 2015 yang dengan enggan menyerahkan ibunya yang sudah lanjut usia (Yati Surachman) ke panti jompo eksklusif. Meski menaruh curiga, karena himpitan ekonomi, ia terpaksa merelakan ibunya yang sudah sepuh di fasilitas tersebut.
Episode dua “The Orphan”, lompat ke tahun 2024, melihat kehidupan pasangan pemulung Iyos dan Ipah (Yoga Pratama dan Nirina Zubir) yang tinggal dan bekerja di tempat pembuangan sampah. Berniat mengubah nasib, mereka mengadopsi seorang anak yatim piatu (Faqih Alaydrus) yang memiliki kekuatan untuk menghujani kekayaan pada siapa pun yang merawat dan mengasihinya.
Episode tiga, “Poems and Pain” mengajak mundur ke tahun 2022 di mana Rania (Marissa Anita), seorang penulis terkenal, menemukan bahwa dia memiliki kekuatan berpindah ke dalam tubuh saudara kembarnya.
Rania, si penulis yang merasa sudah buntu dalam menulis karya baru yang laris mendadak banting stir mengungkap misteri hilangnya saudara kembarnya.
“The Encounter” adalah judul episode keempat mengisahkan sekelompok nelayan kerang di Jakarta pada tahun 1985.
Di tengah upaya mereka melawan penggusuran dari tempat tinggalnya, salah satu nelayan bernama Wahyu (Lukman Sardi) memotret penampakan malaikat (Supreme Being) di langit malam.
Episode kelima, “The Other Side”, berkisah di era tahun 1997, mengungkap hilangnya seorang pelukis poster bioskop dan kegigihan upaya sang istri untuk menyelamatkannya.
“Hypnotized” di episode keenam mengisahkan tentang Ali (Fachri Albar), seorang teknisi elektronik yang putus asa untuk mendapatkan kehidupan layak demi menafkahi keluarga.
Dia lantas belajar untuk menghipnotis, namun Ali segera dihadapkan dengan konsekuensi atas apa yang dilakukannya.
Terakhir adalah “P.O. Box” yang mengajak penonton menjejak kembali ke tahun 2024 lewat petualangan Valdya (Asmara Abigail), penaksir nilai berlian profesional yang sedang menelusuri jejak keberadaan kakak perempuannya yang hilang lima tahun lalu.
Bermodalkan alamat P.O. Box kantor lowongan pekerjaan yang ditinggalkan oleh sang kakak, Valdya mengikuti jejak yang mengerikan.
Valdya dipertemukan dengan orang-orang aneh yang doyan menyantap organ tubuh terbaik dari manusia. Di ujung episode, kejadian-kejadian yang tampaknya tidak terkait ini perlahan mulai selaras. Kabut detail nan halus mulai tersingkap, menjalin koneksi yang mengikat para karakter.
Di sini, Joko Anwar tidak hanya memberi latar pengalaman yang sama kepada tokoh-tokohnya melalui kenyataan kerasnya hidup di negara yang terus bergulat dengan pergolakan politik dan ekonomi, namun juga melalui pengalaman supranatural individu mereka.
Sebuah satire sosial dari Joko Anwar adalah sekuat apapun individu bertahan di negara ini untuk bisa sekadar bertahan hidup, nyatanya pilihan untuk membuat keputusan buruk selalu ada di pojokan relung pikiran. Pada akhirnya, semua orang berusaha untuk melindungi sudut kecil mereka sendiri.
Serial yang tayang pada Jumat (14/6) di Netflix itu, saat ini sudah masuk delapan besar judul yang paling banyak ditonton di Netflix secara global.
Joko Anwar juga menggandeng tiga sutradara lain untuk terlibat dalam penggarapan serial ini, Randolph Zaini, Ray Pakpahan, dan Tommy Dewo.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024