“Kenapa kami menaruh konsen terhadap perkara ini, karena prosesnya mesti melalui mekanisme Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jadi kalau yang tergugat perusahaan media, mekanismenya adalah hak jawab,” papar Ade seusai menyerahkan dokumen Amicus Cuirae di pengadilan setempat, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Ia menjelaskan, sengketa pers ini sedari awal sudah selesai dengan hak jawab, dan mekanisme itu sudah ditempuh oleh perusahaan pers dalam hal ini media daring herald.id dan inikata.co.id ke Dewan Pers, sehingga perkara ini tidak perlu dilanjutkan di pengadilan.
“Dalam Amicus Curiae ini kesimpulannya adalah kami tidak menemukan perbuatan melawan hukum. Karena perusahaan media telah melakukan kewajibannya dengan menerbitkan hak jawab,” ucap Ade menekankan didampingi Direktur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng selaku penasihat hukum tergugat.
Menurut dia, pengadilan khususnya majelis hakim dalam perkara ini sangat layak menolak gugatan perkara sengketa pers tersebut, mengingat kewajiban dua media yang digugat tersebut sudah menempuh mekanisme Undang-Undang Pers maupun rekomendasi Dewan Pers untuk menyiarkan hak jawab.
Upaya Amicus Curiae atau dikenal ‘Sahabat Pengadilan’ ini merupakan praktik hukum dari pihak ketiga di luar pihak yang berperkara untuk terlibat dalam peradilan. Keterlibatan Amicus Curiae hanya sebatas memberikan pendapat dengan harapan digunakan majelis hakim sebagai salah satu pertimbangan dalam memutus perkara.
Dalam kasus ini, dua media digugat perdata dengan nomor 3/Pdt.G/2024/PN Mks. Para penggugat masing-masing Muh Hasanuddin Taiben, Andi Ilal Tasma, A Chidayat Abdullah, Arif dan Arman. Kelimanya merupakan mantan Stafsus Gubernur Sulsel atau eks pejabat publik.
Sedangkan tergugatnya, tergugat I media daring atau online inikata.co.id, tergugat II Burhan (wartawan), tergugat III media online herald.id tergugat IV Andi Anwar (wartawan), serta turut tergugat V yakni Aruddini selaku narasumber.
Para penggugat menggugat dengan tuntutan ganti rugi materiil terhadap tergugat III dan tergugat IV senilai Rp100 miliar dan tuntutan kerugian in materiil terhadap tergugat I-IV senilai Rp500 miliar, dengan total gugatan Rp700 miliar.
Kuasa hukum para penggugat Murlianto, menyatakan gugatan tersebut dilayangkan atas pemberitaan yang menyudutkan kliennya berjudul “ASN yang di non-jobkan di era kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman diduga ada campur tangan Stafsus” yang diterbitkan pada 19 September 2023 saat konferensi pers. Meskipun telah diberikan hak jawab, penggugat bersikukuh itu adalah pelanggaran.
Di tempat terpisah, persoalan gugatan ini juga dibahas pada diskusi publik sengketa pers bertajuk ‘Amicus Curiae Dalam Sistem Peradilan’ menghadirkan Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin, Perwakilan Ombudsman RI Sulsel Aswiwin Sirua, dan perwakilan Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulsel Sayyid Zulfadli serta puluhan jurnalis dan LBH Makassar.
Ade mengatakan bahwa Amicus Curiae merupakan upaya atau langkah yang dilakukan untuk memberikan pertimbangan terhadap hakim terkait gugatan terhadap media dan jurnalisnya yang kini sedang menjalani siding di PN Makassar.
“Ini salah satu upaya kita selain menjadi pendampingan secara langsung maupun menjadi kuasa hukum ataupun kampanye non litigasi,” paparnya saat diskusi di Cafe Red Corner Makassar, Selasa.
Ia mengemukakan, majelis hakim tentu memiliki kewajiban untuk melihat rasa keadilan. Sebab, hakim juga ingin melihat rasa keadilan dari berbagai sumber dari mana saja yang dianggap menjadi sebuah kebenaran.
“Saya pikir sumbernya (hakim) dari manapun baik itu penggugat, tergugat, masyarakat sipil, termasuk Amicus Curiae,” paparnya menjelaskan.
Pihaknya memandang, gugatan ini bukan layaknya seperti perkara sipil biasa, namun ada kepentingan publik yang berpotensi terhambat bila diproses hukum. Alasannya, tergugat tersebut perusahaan media dan dua jurnalis.
“Perusahaan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Pers mendapatkan perlindungan hukum tapi ini malah jadi tergugat,” ujarnya mempertanyakan.
Kendati pengadilan tidak bisa menolak gugatan, namun penggugat yang merupakan mantan pejabat publik harus disoroti. Sebab, karya jurnalistik yang menjadi dijadikan gugatan padahal bisa saja itu memiliki kepentingan publik yang lebih luas.
“Ini bukan semata-mata gugatan biasa. Tapi dibalik itu ada motif misalnya pembangkrutan media,” ucapnya menegaskan.
Perwakilan Ombudsman RI Sulsel, Aswiwin Sirua yang menjadi narasumber pada diskusi itu mengatakan, seorang pejabat publik harus terbuka karena pada prinsipnya mereka hadir untuk melayani masyarakat, sehingga paradigma melayani itu harus melekat pada dirinya.
“Paradigma melayani itu yang harus melekat pada seorang pejabat publik, mulai dari yang paling bawah sampai pejabat yang paling atas.Kami juga prihatin atas adanya perkara pers disidangkan,” ujarnya Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Sulsel itu.
Baca juga: LBH Pers kirim Amicus Curiae terkait gugatan terhadap 6 media Makassar
Baca juga: LBH Pers sebut keselamatan jurnalis harus sinkron dengan UU KK
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024