Temuan yang disajikan dalam Endo 2024, pertemuan tahunan Persatuan Endokrinologi di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa wanita yang berusia di bawah 50 tahun dan telah mengalami obesitas selama 10 tahun lebih berisiko terkena serangan jantung atau stroke hingga 60 persen.
Sementara untuk pria di bawah usia 65 tahun, risiko meningkat dapat mencapai 57 persen, menurut Alexander Turchin, profesor kedokteran di Harvard Medical School di Boston.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Kematian di Indonesia akibat penyakit kardiovaskular mencapai 651.481 penduduk per tahun.
Di Indonesia, data BPJS pada November 2023 menunjukkan biaya pelayanan kesehatan untuk penyakit jantung dan pembuluh darah menghabiskan hampir separuh dari total biaya, sebesar Rp10,9 triliun dengan jumlah kasus 13.972.050 (Kemenkes, 2023).
Gaya hidup
Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak seimbang.
Perilaku tersebut merupakan salah satu kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) serta berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death.
Penyakit ini terjadi secara mendadak dan berisiko fatal, tetapi gejalanya tidak khas sehingga sering tidak dihiraukan. Padahal, jika tidak segera mendapatkan penanganan dapat menyebabkan kerusakan pada otot jantung hingga menyebabkan kematian.
Pakar gizi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Tan Shot Yen mengatakan tak ada makanan tertentu yang dikaitkan memberi manfaat baik untuk penyakit jantung.
Jantung yang sehat merupakan kontribusi dari pola makan dan gaya hidup yang sehat selama bertahun-tahun. “Terapkan gaya hidup sehat dengan olahraga teratur, konsumsi makanan yang sehat, serta hindari merokok,” katanya.
Mengonsumsi pangan yang diolah secara tradisional tanpa ultra proses sangat direkomendasikan, utamanya olahan makanan tanpa digoreng dengan minyak.
Makanan ultra proses kini banyak beredar di pasaran mulai dari susu formula, sereal, makanan bayi yang sudah terfortifikasi, es krim, cokelat, biskuit, mi instan, nugget, hingga sosis.
Meski praktis, ekonomis dan banyak digemari, makanan tersebut bisa menjadi penyebab obesitas, pencetus gangguan gizi pada anak, pencetus PTM (penyakit tidak menular) seperti diabetes, hipertensi, atau sindroma metabolik.
Golden Hour
Waktu adalah aset berharga yang tidak bisa dibeli, namun seringkali kita lupa untuk menghargai nilainya, terutama ketika berbicara tentang segmen kecil seperti 60 menit.
Apa yang bisa dilakukan dalam 60 menit? Bagi para penderita penyakit jantung, 60 menit adalah periode emas untuk melakukan banyak hal yang dapat menyelamatkan hidup.
Periode 60–90 menit pertama serangan merupakan Golden Hour atau kondisi darurat serangan jantung yang membutuhkan penanganan segera karena otot-otot jantung mulai mati disebabkan tidak mendapatkan suplai darah yang cukup.
Usahakan penanganan medis pertama pada pasien tidak melebihi waktu enam jam, karena pada kurun waktu enam jam semua bagian jantung dapat mengalami kerusakan secara permanen yang berujung pada gagal jantung.
Tindakan penanganan serangan jantung yang tepat dan cepat akan sangat membantu karena kebanyakan kasus kematian dan henti jantung terjadi ketika golden hour tidak ditangani dengan tepat.
“Bagi pasien penyakit jantung, penanganan serangan jantung memerlukan kecepatan dan ketepatan yang tinggi, itulah pentingnya keberadaan sarana dan prasarana medis yang memadai dalam penanganan kondisi darurat medis ini,” kata Dokter Pitono Yap, Direktur Bethsaida Hospital.
Teknologi medis yang canggih, tim medis yang andal, serta fasilitas medis yang mendukung dapat membantu dokter dalam membuat diagnosis yang lebih baik, efektif dan efisien.
Beberapa fasilitas kesehatan yang berperan penting dalam hal penanganan serangan jantung adalah Heart Attack Center yang dimulai dari Unit Gawat Darurat (UGD) yang lengkap, Tim Medis yang Terlatih dan Siaga 24/7 dalam penanganan serangan jantung, Fasilitas dan Teknologi Kateterisasi Jantung, Layanan Ambulans dengan Peralatan Medis Darurat dan dilengkapi dengan sistem informasi atau komunikasi yang efisien untuk memastikan koordinasi yang baik antara tim medis di ambulans dan rumah sakit, sehingga penanganan dapat dipersiapkan sebelum pasien tiba.
Ketersediaan sarana dan prasarana medis yang memadai ini bukan hanya tanggung jawab fasilitas kesehatan, tetapi juga memerlukan dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Investasi dalam peralatan medis yang canggih, pelatihan berkelanjutan bagi tenaga medis, dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penanganan cepat serangan jantung adalah kunci untuk mengurangi angka kematian akibat kondisi ini.
“Kita semua memiliki peran dalam memastikan tersedianya fasilitas dan layanan kesehatan yang memadai. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat, kita dapat meningkatkan kualitas penanganan serangan jantung dan menyelamatkan lebih banyak nyawa,” kata Dr. Pitono.
Waktu adalah emas. Semakin cepat pasien dengan serangan jantung mendapatkan penanganan yang tepat, semakin besar kemungkinan untuk mengurangi kerusakan jantung dan menyelamatkan nyawa mereka.
Golden Hour bukanlah konsep yang hanya terbatas pada kecelakaan fisik atau trauma. Dalam konteks serangan jantung, Golden Hour mencakup waktu kritis di mana intervensi medis yang cepat dapat membuat perbedaan besar dalam prognosis pasien. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran, aksesibilitas perawatan, dan respons cepat sangat penting dalam upaya untuk mengurangi dampak serangan jantung dan menyelamatkan nyawa.
Baca juga: Hindari rusak otak permanen dengan ingat “golden hour”
Baca juga: Merokok bisa picu masalah kesehatan hingga tiga kali lipat lebih parah
Baca juga: Aktivitas fisik rutin penting untuk menjaga kesehatan jantung
Editor: Sri Haryati
Copyright © ANTARA 2024