Hukum  

BNPT patroli siber pantau media sosial penyebar ideologi terorisme

BNPT terus memantau jaringan yang ada di bawah permukaan dan patroli siber dalam hal ini

Jakarta (ANTARA) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI melakukan patroli siber untuk memantau media sosial yang digunakan dalam menyebarkan ideologi terorisme.

Kepala Bagian Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Teknologi Informasi BNPT RI Kolonel Sus. Tjandra Sulistiyono mengatakan dalam era perkembangan zaman saat ini, para penyebar paham terorisme cenderung menggunakan media sosial untuk menyebarkan ideologi-nya.

“BNPT terus memantau jaringan yang ada di bawah permukaan dan patroli siber dalam hal ini,” ujar Tjandra saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Berbagai upaya tersebut, kata dia, dilakukan bekerja sama dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait dalam penanggulangan terorisme.

Menurut Tjandra, pergerakan jaringan terorisme ibarat gunung es, yakni di atas terlihat tenang atau beku, namun pergerakan jaringan di bawah permukaan tidak pernah berhenti.

Adapun, lanjut dia, salah satu jenis pergerakan jaringan di bawah permukaan yang dimaksud, yaitu penyebaran paham terorisme melalui media sosial, yang banyak digunakan oleh anak muda saat ini.

Sepanjang 2023, BNPT RI menemukan sebanyak 2.670 konten digital bermuatan radikalisme dan terorisme atau IRET (Intoleransi, Radikalisme, Ekstremisme, Terorisme).

Baca juga: Satgas Pasti terus lakukan patroli siber cegah maraknya pinjol ilegal

Baca juga: Patroli siber digiatkan untuk atasi hoaks seusai pemungutan suara

Dari 2.670 konten digital radikalisme dan terorisme yang ditemukan, sebanyak 1.922 konten telah diusulkan untuk dihapus atau take down. Sebagian besar konten digital bermuatan IRET tersebut terdapat di media sosial Facebook dan Instagram.

Tercatat, potensi terpapar radikalisme dan terorisme juga lebih tinggi terdapat pada wanita, generasi muda, khususnya gen-Z, serta mereka yang aktif di internet.

BNPT menilai ketiga pihak itu rentan terkena paham ideologi terorisme karena strategi propaganda paham radikal terorisme berganti, dari awalnya menggunakan pendekatan keras atau hard approach secara langsung, kini menjadi pendekatan lunak alias soft approach di berbagai platform media daring.

Kendati demikian sepanjang tahun lalu, terdapat nol kasus serangan teror dengan kekerasan oleh jaringan terorisme di Indonesia.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *