“Di tengah pesatnya perkembangan sistem pembayaran digital saat ini, literasi keuangan digital menjadi tantangan yang perlu diatasi. Literasi ini sangat penting agar masyarakat dapat memahami manfaat dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sistem pembayaran digital. Tanpa pemahaman yang memadai, masyarakat bisa rentan terhadap penipuan, penyalahgunaan data, dan masalah keamanan lainnya,” kata Diana dalam acara Dialog Inspiratif AstraPay dengan tema “Pengembangan Literasi Keuangan Digital Berbasis QRIS: Pendekatan Inovatif untuk Wilayah Indonesia” di Jakarta, Kamis.
Diana memaparkan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemahaman literasi keuangan digital masyarakat Indonesia pada 2022 baru mencapai 41 persen. Ia menyoroti adanya gap antara tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Oleh karena itu guna meningkatkan tingkat literasi masyarakat, Diana menekankan pentingnya kolaborasi dari seluruh pihak untuk mendorong pemahaman literasi keuangan yang lebih baik ke depannya.
Bank Indonesia sendiri telah melakukan berbagai inisiatif untuk mendorong kemajuan sistem pembayaran digital melalui optimalisasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Salah satu inovasi yang sudah dirasakan adalah kemampuan transaksi menggunakan QRIS yang dapat dilakukan di lintas negara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Baca juga: Penggunaan QRIS bisa jadi modal dapatkan pendanaan dari bank
“Di tengah pesatnya perkembangan sistem pembayaran digital saat ini, literasi keuangan digital menjadi tantangan yang perlu diatasi. Literasi ini sangat penting agar masyarakat dapat memahami manfaat dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sistem pembayaran digital. Tanpa pemahaman yang memadai, masyarakat bisa rentan terhadap penipuan, penyalahgunaan data, dan masalah keamanan lainnya,” tuturnya.
“Sistem pembayaran digital di Indonesia diharapkan dapat terus semakin kuat karena memberikan dampak positif bagi perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari volume transaksi QRIS yang mencapai Rp459,4 triliun pada tahun 2023,” kata Diana.
Komisaris AstraPay Peter Jacobs dalam sambutannya mengatakan bahwa kehadiran Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran dalam acara yang diinisiasi oleh AstraPay merupakan bentuk keseriusan kolaborasi positif yang mendukung peningkatan pemahaman keuangan yang baik bagi masyarakat.
“Pemahaman terhadap literasi keuangan digital yang baik akan membantu masyarakat dalam memilih produk layanan digital, terhindar dari segala bentuk penipuan dan ancaman digital, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dari penyedia layanan keuangan,” ujar Peter.
Baca juga: BI sediakan QRIS bagi pengunjung Jakreatifest untuk dorong transaksi
Peter juga menambahkan bahwa literasi keuangan digital berbasis QRIS menjadi momentum untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang cara menggunakan QRIS, memahami jenis-jenis QRIS yang berlaku, dan menghindari modus penipuan dengan QRIS palsu.
Pada kesempatan yang sama, Chief Executive Officer (CEO) AstraPay Rina Apriana menambahkan, sebagai perusahaan penyedia layanan dompet digital memainkan peran penting dalam ekosistem pembayaran digital yang semakin berkembang.
Dengan meningkatnya adopsi teknologi keuangan, penggunaan QRIS sebagai salah satu metode pembayaran digital semakin meluas dengan kemudahan dan kecepatan bertransaksi yang ditawarkan. AstraPay turut mendukung optimalisasi penggunaan QRIS yang lebih masif untuk sejumlah merchant, khususnya bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Rina juga menyampaikan bahwa total pengguna AstraPay hingga bulan Mei 2024 sudah mencapai lebih dari 13 juta pengguna dengan jumlah transaksi yang telah mencapai 32 juta kali serta pencapaian Gross Transaction Value (GTV) sebesar Rp19,03 triliun pada periode Januari-Mei 2024.
“Sampai dengan akhir tahun 2024 nanti, AstraPay menargetkan 15 juta pengguna dengan jumlah transaksi sebesar 32 juta kali serta dengan GTV yang ditargetkan mencapai Rp52,59 triliun,” tutupnya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024