Pemimpin Sanggar Sinar Norray itu mengatakan buktinya ada anak muda dari Galeri Indonesia Kaya yang bisa melibatkan diri dalam pertunjukannya bersama aktor kawakan Mandra pada Sabtu, karena dialog-dialog lucu yang dibawakan spontan, tanpa naskah.
“Lenong kan spontanitas, enggak pakai skrip. Jadi bisa dekat dengan anak-anak muda,” kata Engkar saat ditemui usai pementasan lenong bertajuk “Seribu Akal Si Gede Boong” di Galeri Indonesia Kaya, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-497 Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Jakarta terus membaik di pandangan anak bungsu mendiang Mpok Nori
Baca juga: HUT Jakarta, Mandra harap budaya hingga kesenian Betawi terus lestari
Selain bertujuan menghibur, Lenong merupakan bentuk tradisi yang merefleksikan identitas masyarakat Betawi yang jujur, apa adanya, bersahabat, terbuka terhadap perbedaan maupun kemajuan zaman.
Kekhasan lain dalam seni teatrikal rakyat Betawi itu adalah alunan musik Gambang Kromong serta interaksi para pemain dengan penontonnya.
Engkar berharap pada perayaan HUT ke-497 Jakarta, lebih banyak anak-anak muda yang mencintai kesenian tersebut dan ikut melestarikan budaya tersebut secara benar dan bermartabat.
Seperti kebanyakan aksinya adalah spontan, tetap yang paling penting adalah menjaga pesan moral dalam cerita. Ini yang paling penting, menurut Engkar, menjaga kreativitas agar lelucon spontan tetap bermartabat.
Pada kesempatan itu, Engkar mengatakan pesan lenong yang mereka bawakan bertajuk “Seribu Akal Si Gede Boong” adalah: “orang tua kudu mencontohkan kejujuran dan perilaku bertanggung jawab kepada anak”.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024