“Untuk betul-betul menyelesaikan akar permasalahan di sektor pertanian, kita perlu membangun suatu ekosistem pangan yang solid, sehingga seluruh komunitas pertanian dapat saling merangkul, melengkapi, dan menciptakan added value terhadap satu sama lain,” ucap CEO INDICO Andi Kristianto di Jakarta, Jumat.
Pihaknya menyadari bahwa para petani membutuhkan dukungan teknologi yang relevan untuk menghadapi berbagai tantangan, termasuk produktivitas rendah, infrastruktur yang kurang memadai, perubahan iklim, fluktuasi pasokan dan permintaan antar wilayah, serta limbah pangan.
Ia menyatakan bahwa DFE telah menunjukkan kinerja yang baik melalui pilot project di Selogiri, Jawa Tengah. Setelah penerapan inovasi dari DFE, 200 ton gabah padi dari 40 hektar lahan sawah berhasil dipanen di tengah ancaman kekeringan lahan.
“Keberhasilan penerapan digitalisasi pertanian tersebut membantu sekitar 50 petani dalam menghasilkan produk yang lebih berkualitas, sekaligus meningkatkan nilai komersial hasil pertanian mereka,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa inovasi ekosistem digital dan teknologi yang diimplementasikan juga mampu meningkatkan efisiensi biaya maupun tenaga.
“Melalui DFE, kami berusaha menjawab tantangan nyata petani dan pelaku bisnis di sektor pertanian. Kami berharap inovasi yang lahir dari DFE dapat menjamin ketersediaan bahan pangan yang stabil di pasar dan menciptakan model rantai pasokan yang efisien,” tuturnya.
Senada dengan Andi, Guru Besar Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpadj) Tomy Perdana menyampaikan bahwa dengan memfokuskan pada pengembangan ekosistem digital pangan dari hulu ke hilir, dapat tercipta solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan bagi ketahanan pangan nasional.
Ia menyatakan bahwa populasi yang melimpah dan kekayaan hayati yang beragam menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan ekosistem digital pangan di Indonesia yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, distribusi, dan aksesibilitas pangan secara berkelanjutan.
Menurutnya, terdapat tiga faktor utama dalam pengembangan ekosistem digital pangan, yakni pertanian kontrak (contract farming) untuk menghubungkan produksi dengan pasar, teknologi digital (smart farming) agar petani bekerja lebih optimal dan efisien, serta simpul pangan (food hubs) untuk distribusi yang lebih efisien dan terkoordinasi.
“Jadi, meskipun smart farming penting, itu baru langkah awal dan bagian dari solusi yang lebih besar untuk mengatasi masalah di sektor pertanian Indonesia,” kata Tomy.
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024