Perang batin atas laku manusia di film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa

Jakarta (ANTARA) – Sutradara Hanung Bramantyo kembali merilis karya film terbarunya bertajuk “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” yang terinspirasi dari novel karya Muhidin M. Dahlan dan akan tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai 22 Mei 2024.

“Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” yang tayang perdana pada Jumat (17/5) di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan,   menyajikan drama seputar perjalanan spiritual, keluarga, hingga laku manusia yang beragam dan menyentuh hati. Berlatarkan sebuah kota di Jawa Tengah, “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” mengisahkan tentang sosok perempuan tangguh bernama Kiran (Aghniny Haque).

Kiran merupakan mahasiswi berprestasi di salah satu kampus dan aktivis muslimah yang kerap terlibat dalam kegiatan keagamaan. Dari sana, Kiran bertemu dengan mahasiswa dan majelis Islam yang dipimpin oleh Abu Darda.

Lambat laun, kehidupan keras mulai menghimpit Kiran saat ekonomi keluarganya sedang tidak baik-baik saja, ditambah kondisi kesehatan sang ayah yang menurun. Walhasil, Kiran harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menghemat pengeluarannya.

Saat dirinya sedang berjuang untuk menyelesaikan kuliah dan menghemat pengeluarannya, Kiran dipinang oleh Abu Darda untuk menjadi istrinya. Namun, dia merasa ragu dan memutuskan untuk menolak pinangan tersebut.

Konflik dimulai saat semua orang mulai menyudutkan Kiran dan keputusannya. Ditambah lagi, orang-orang yang selama ini dianggapnya sebagai rekan, berbalik arah dan menghujat hingga mengancamnya dengan keras.

Cobaan demi cobaan pun menghantam Kiran dan muncullah pertanyaan di benaknya, “Tuhan, mengapa Engkau jahat kepada saya?”

Dari semua ujian hidup yang menghampirinya, akankah Kiran dapat bertahan? Akankah dia menemukan jawaban atas pertanyaannya selama ini?

Kekecewaan terhadap kemunafikan manusia

Perjalanan spiritual Kiran bermula saat dia merasa kecewa atas sikap manusia yang menurutnya munafik. Manusia-manusia munafik itu hanya berkata seolah suatu hal adalah kebenaran, tetapi perilaku mereka berbeda dengan apa yang diucapkan.

Potongan adegan dalam film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa”. (ANTARA/imdb)





“Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” akan mengupas helai demi helai kehidupan yang membentuk Kiran hingga kepercayaannya terhadap Tuhan dan manusia di sekitarnya mulai melemah. Dia bertekad untuk membuktikan bahwa manusia munafik layak mendapat hukuman setimpal, dan membuat Kiran lupa diri seolah dirinya adalah Tuhan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kiran melakukan segalanya tanpa melihat batasan halal maupun haram dari suatu hal. Baginya, balas dendam adalah hal terpenting untuk dilakukannya saat itu.

Sikap Kiran terhadap kemunafikan manusia adalah hal yang perlu divalidasi. Meskipun penonton mungkin tidak akan mengamini setiap tindakannya, tetapi pemberontakan yang dilakukan Kiran sedikit banyak mencerminkan bagaimana kehidupan sosial di negara ini memandang perempuan (tidak semua, hanya sebagian saja).

Perempuan yang dianggap sebagai makhluk lemah dan objek semata ingin ditepis oleh Kiran. Dia ingin mematahkan ego para lelaki dan membalas tindakan dari orang-orang yang menurutnya munafik.

Film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” sarat akan makna kehidupan yang dalam. Penonton berusia 17 tahun ke atas sudah boleh untuk menonton film ini.

Namun, penonton dengan riwayat penyakit jantung, trauma, dan gangguan kesehatan yang dapat “ter-trigger” adegan mengagetkan atau sadis, disarankan untuk tidak menonton film ini. Ada beberapa adegan dalam film yang mungkin dapat membuat penonton tidak nyaman, oleh karena itu tetap bijaklah untuk menontonnya.

Hidup sesuai koridor agama

Selain membahas tentang perjalanan spiritual Kiran, “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” juga menyajikan aturan-aturan dari agama Islam yang bisa dijadikan pengetahuan baru bagi penonton.

Namun, perlu diingat bahwa hal yang disajikan dalam film ini adalah fiksi, sehingga penonton diharap dapat menyaksikan “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” dengan bijak.

 

Potongan adegan dalam film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa”. (ANTARA/imdb)



Kiran merupakan muslimah taat yang sebenarnya dapat dijadikan contoh baik untuk ditiru penonton, sebelum dia berubah menjadi Kiran yang pembenci dan pemarah. Kiran yang tegas, pemberani, tetapi tetap berpedoman dengan agama Islam membuat karakter ini semakin menarik.

Baik penulis maupun sutradara ingin menyampaikan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah orang yang berpedoman  agama, tetapi tidak merasa tinggi hati jika memiliki ilmu yang cukup.

Oleh karena itu, “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” ingin orang-orang tidak lagi menilai seseorang dari penampilannya semata, tetapi juga dari hatinya.

Kritik untuk sang pemimpin

Film ini cukup banyak menyorot permasalahan sosial yang berkaitan dengan hati manusia, termasuk para pemimpin yang disinggung di dalamnya. Mulai dari pemimpin majelis agama, pemimpin di suatu kampus, hingga pemimpin suatu wilayah.

Di balik nama besar mereka, film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” ingin menyorot sisi lain yang sebenarnya tidak boleh luput dari pandangan rakyat. Hal-hal yang salah, sudah seharusnya dinilai salah tanpa diberi pembelaan, termasuk kesalahan yang dibuat oleh para pemimpin tersebut.

Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan hingga saat ini, apakah rakyat sudah membuka matanya? Ataukah para pemimpin sudah membuka nuraninya? Entahlah, mungkin saja melalui film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa”, akan ada lebih banyak lagi mata yang terbuka dengan hati yang lebih lapang.

Film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini skenarionya ditulis oleh Ifan Ismail. Film ini dibintangi oleh Aghniny Haque, Donny Damara, Andri Mashadi, Djenar Maesa Ayu, dan lainnya. 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *