Hati-hati menggunakan headphone peredam bising

Jakarta (ANTARA) – Pakar audiologi memperingatkan para pengguna earbud dan penyuara jemala atau headphone peredam bising bahwa memblokir kebisingan latar belakang bisa memengaruhi cara otak memproses suara serta mengurangi kesadaran terhadap lingkungan sekitar.

Josh Gordon, kepala inovasi di perusahaan teknologi Singapura Geonode, dalam wawancara dengan Fox News Digital pekan lalu mengatakan bahwa earbud peredam bising bisa menghadirkan keheningan, tetapi juga dapat membuat seseorang tidak bisa mendengarkan hal lain di sekitarnya yang mungkin membahayakan.

Paparan suara keras dalam jangka waktu lama atau bahkan hanya satu kali saja dapat menyebabkan gangguan pendengaran, karena suara yang menggelegar dapat merusak sel dan membran di telinga bagian dalam.

Selain bisa menyebabkan gangguan pendengaran, polusi suara juga dikaitkan dengan peningkatan stres, tekanan darah tinggi, gangguan tidur, dan penurunan produktivitas.

Menurut siaran informasi Organisasi Kesehatan Dunia yang dikutip oleh New York Post pada Minggu (5/5), orang dewasa dapat dengan aman mendengarkan kebisingan 80 desibel hingga 40 jam seminggu.

Suara mesin sepeda motor yang menyala sekitar 95 desibel, sedangkan suara penanda kedatangan kereta bawah tanah dan acara olahraga sekitar 100 desibel menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat.

Dalam hal tersebut, penggunaan penyuara jemala peredam bising bermanfaat karena bisa mengurangi kebisingan 20 hingga 40 desibel, kata Gordon. Namun teknologi ini bukannya tanpa risiko.

Baca juga: Penggunaan headphone berlebih bisa memicu gangguan pendengaran

David McAlpine, direktur akademik Macquarie University Hearing di Australia, mengatakan bahwa suara keras yang intens dapat merusak pendengaran, jadi ada situasi di mana penyuara jemala peredam bising bermanfaat.

Namun, ia melanjutkan, pada saat yang sama kebisingan latar belakang sangat penting untuk orientasi lingkungan.

McAlpine merekomendasikan penggunaan penyuara jemala peredam bising di lokasi konstruksi, militer, konser, atau tempat kerja yang bising seperti kafe untuk mencegah gangguan pendengaran.

Ruth Reisman, ahli audiologi klinis di Negara Bagian New York, mengatakan kepada Fox News Digital bahwa teknologi itu juga bermanfaat bagi orang-orang yang menderita hyperacusis (gangguan pendengaran langka) atau autisme.

Dia merekomendasikan pembatasan penggunaan perangkat itu dua hingga tiga jam dalam sehari.

Joel Smith, pakar audio yang berbasis di California, mengingatkan bahwa earbud harus dibersihkan setidaknya seminggu sekali menggunakan sikat berbulu lembut untuk menghilangkan lilin dan kotoran serta tisu beralkohol untuk membunuh virus, bakteri, atau jamur yang dapat menyebabkan infeksi telinga.

Baca juga: Dokter berikan tip mendengarkan audio aman dan nyaman

Baca juga: Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membeli “headphone”

Penerjemah: Fitra Ashari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *