“Industri perasuransian belum melakukan suatu reformasi secara signifikan sejak krisis 1997-1998… Karena itu kami mengambil inisiatif bersama-sama dengan para stakeholder untuk menyusun roadmap perasuransian ini,” kata Ogi Prastomiyono di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan bahwa implementasi peta jalan tersebut terbagi dalam beberapa tahap. Fase pertama yang dilaksanakan pada 2023-2024 adalah penguatan fondasi industri dan perbaikan berbagai kekurangan yang ada agar tidak menghambat implementasi roadmap tersebut.
Fase kedua pada 2025-2026 mencakup upaya konsolidasi industri, pemerataan layanan asuransi, serta sinergi asuransi komersial, asuransi sosial, dan asuransi wajib.
Ia menuturkan bahwa dalam fase kedua tersebut juga terdapat deadline bagi pelaku industri untuk mulai menerapkan beberapa peraturan baru, seperti Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 Kontrak Asuransi pada 1 Januari 2025 serta spin-off unit syariah pada akhir 2026.
“Kemudian di fase ketiga, yakni penyesuaian dan pertumbuhan, termasuk di sini adalah implementasi program penyelamatan polis pada 2028, perluasan penetrasi dan densitas, serta sinergi dalam ekosistem asuransi,” ujar Ogi.
Tidak hanya melalui penyusunan peta jalan, ia menuturkan bahwa penguatan industri asuransi juga perlu dilakukan dengan meningkatkan kepercayaan konsumen dengan memperkuat literasi asuransi.
Ia mengatakan bahwa penting bagi konsumen untuk memahami manfaat dan risiko dari produk yang dibelinya, sehingga kini ada gerakan kampanye baru dalam industri asuransi dengan tagline “Pahami dan Miliki Asuransi”.
“Menyadari bahwa trust masyarakat dan publik cukup terganggu dengan isu-isu (fraud) yang berkembang, maka kami bersama-sama dengan asosiasi melakukan campaign untuk restoring the industry confidence melalui pro-industrial reform,” kata Ogi.
Salah satu upaya reformasi yang dilakukan adalah dengan menyederhanakan peraturan terkait perizinan untuk produk asuransi baru.
Ia menyampaikan bahwa kini hanya produk tertentu dan kompleks seperti unit link, asuransi kredit, serta asuransi dengan nilai tunai yang mendapatkan izin dari OJK, sementara yang lainnya hanya cukup dilaporkan ke lembaga tersebut.
“Meskipun tidak diperlukan perizinan dari OJK, produk asuransi yang dilaporkan itu harus mendapatkan persetujuan secara internal perusahaan, antara lain persetujuan dari komite produk yang harus ada di setiap perusahaan asuransi,” imbuh Ogi.
Baca juga: OJK catat aset industri asuransi naik capai Rp1.121,69 triliun
Baca juga: OJK perkuat industri asuransi dengan penerbitan aturan produk asuransi
Baca juga: Hasil investasi asuransi jiwa Rp12,32 triliun pada kuartal I 2024
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024