Komisi II: Penambahan nomenklatur harus revisi UU Kementerian Negara



Bukan karena kepentingan politik atau bagi-bagi kekuasaan yang berdampak kepada pemborosan anggaran

Jakarta (ANTARA) –

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengatakan bahwa wacana penambahan nomenklatur kementerian menjadi 40 pada kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran harus dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

 

“Penambahan kementerian untuk mengubah nomenklatur kementerian harus merevisi UU 39/2008,” kata Junimart dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

 

Sebab, kata dia, pada Pasal 12,13, dan 14 UU Kementerian Negara telah mengatur tentang pembatasan jumlah bidang kementerian yakni sebanyak 34.

 

“Disebutkan paling banyak 34 kementerian, dengan rincian 4 menko (menteri koordinator), dan 30 menteri bidang,” katanya.

 

 

“Bukan karena kepentingan politik atau bagi-bagi kekuasaan yang berdampak kepada pemborosan anggaran,” ucapnya.

 

Sebaliknya, lanjut dia, harus didasari oleh kebutuhan yang bersifat keharusan demi kepentingan rakyat.

 

“Rencana adanya ‘penambahan’ kursi kabinet Prabowo-Gibran tentu harus ada dasar dan alasan kebutuhan yang memang keharusan untuk kepentingan percepatan kerja-kerja kebutuhan pemerintahan bagi rakyat,” kata dia.

 

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan bahwa Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara diperlukan agar bangsa Indonesia mengikuti perkembangan zaman.

 

Menurutnya UU tentang Kementerian telah diterapkan sejak 16 tahun silam. Padahal, kata dia, Indonesia dalam 16 tahun terakhir sudah jauh berkembang dan dunia pun sudah semakin maju.

 

“Orang tiga atau empat tahun saja sudah berubah. Situasi lingkungan kemajuan perkembangan kan sudah jauh berubah, jadi menurut saya mungkin sudah saatnya untuk mengkaji ulang undang-undang itu,” kata Doli kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

 

 

 

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *